KAU MENANAM MAKA KAU AKAN MEMETIK
BUAHNYA
“berjalan menuju tujuan yang sama
dan tetap tersenyum adalah hal utama yang harus dilakukan. Bukan untuk mencari
kesenangan, tapi untuk mencari kebahagiaan semua orang ketika melihatku. Karena
berbuat baik kepada orang lain maka orang lain itu pun akan berbuat
sebaliknya”.
Pagi – pagi sekali aku bersiap –
siap pergi ke sekolah, dengan membawa tas kesayanganku. Berusaha agar tak ada
satu pun peralatanku yang tertinggal. Mulai dari buku tulis hingga penghapus
kecil kesayanganku yang sudah mulai
berwarna kusam.
Jam telah menunjukkan pukul enam
lebih seperempat, waktu yang mepet untuk pergi ke sekolah. Tapi segera ku
kayuhkan sepedaku menuju tempat yang ingin ku tuju, sekolahan. Tak ingin ku
tertinggal oleh bel masuk sekolahku. Sesampainya di sekolah, secepatnya ku tata
rapi sepedaku di parkiran dan ku berlari tergesa – gesa menuju kelasku.
“ttteeeeettt...”, alhamdulillah aku tidak terlambat.
“berdiri..!! bersiap...!! memberi
salam...!!” tegas ketua kelasku.
“assalaamuu ‘alaikum warahmatullahi
wabarakaatuh” serentak aku dan teman – temanku mengikuti perintah ketua
kelasku.
“wa’alaikumus salam warahmatullahi
wabarakatuh” jawab wali kelasku dengan penuh keikhlasan.
Kami pun melanjutkan dengan do’a
rutinitas kami sebelum melakukan ajar mengajar dengan dipandu bu Dian yang
menjadi wali kelas kami. Dengan sabar dan penuh senyum di wajah berserinya,
beliau menuntun kami membaca do’a rutinitas kami.
------------------------------
“kamu gak makan, Rin??” tanyaku saat
ku lihat Rini berdiam saat istirahat siang.
“aku lupa gak bawa makan Did”.
Jawabnya sedih
“kok lupa?? Kan kamu tau hari ini
pulang sore..”sahutku
“tadi
ibuku sakit, jadinya gak sempet bikinin aku makan. Aku pun tak diberi uang saku” jawabnya kembali.
“ini...!!!” ungkapku sambil
menyodorkan bekal makananku.
“lalu kamu..??”
“kita makan bersama, jadi bisa sama
– sama makankan..??” senyumku.
Dengan senyum lebarnya ia menerima
tawaranku, kami pun memakan dengan lahap.
------------------------------
Setelah makan, rutinitas kami
selanjutnya adalah sholat dhuhur berjama’ah. Kali ini kepala sekolah kami yang
menjadi imam, karena setelah sholat dhuhur kami akan diberi pengarahan rutin hari rabu untuk kelas lima
dan kelas enam dari kepala sekolah. Kepala sekolah kami begitu perlahan dan
tenang memberikan pengarahan kepada kami. Bukan hanya itu, beliau juga begitu
tulus memberikan pengetahuan baru kepada kami.
Jam telah menunjukkan pukul satu
lebih tiga puluh menit, saatnya untuk kembali ke kelas dan menerima pelajaran
selanjutnya. Maklum saja, sekolahku adalah sekolah berstandar full day school yang artinya sekolah sehari penuh. Kalau berangkat ke
sekolah tidak didasari dengan hati senang dan ikhlas, maka akan sangat terasa
berat dan membosankan sekali. Oleh karena itu, setiap aku berangkat sekolah,
akan aku usahakan tersenyum terlebih dahulu dan berdoa serta tidak lupa
berpamitan kepada orang tua agar orang tua juga mendoakan aku saat aku menuntut
ilmu di sekolah.
Tak terasa jam telah menunjukkan
pukul tiga, saatnya untuk kembali ke rumah. Rutinitas berdoa setelah belajar
pun tak ketinggalan. Masih dipandu bu Dian, kami membaca do’a bersama – sama.
Terasa lega, dan saatnya aku menuju parkiran untuk mengambil sepeda
kesayanganku. Ku ambil sepedaku dan tak sabar ke naiki agar lekas sampai rumah.
Tapi aku terkejut, ban sepedaku kempes. Yaa Allah, tukang pompa sepeda masih
jauh pula dari sekolahku. Ku tuntun sepedaku pelan dengan penuh lelah setelah
menumpahkan pelajaran seharian ini ke otakku.
“Jadid..” seakan –akan ada yang
memanggilku. Aku menoleh pada sumber suara itu. Ternyata Rini.
“ayo aku bonceng dan menarik
sepedamu sampai ke tukang pompa”ucapnya sambil tersenyum.
“Mungkin inilah buah dari apa yang
ku tanam tadi siang” bisikku dalam hati.
--------------------------------------------------eNd---------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar